Beranda | Artikel
Menyambung Kembali Yang Telah Putus….Memilin Kembali Yang Telah Terurai
Sabtu, 16 Juni 2018

(Khutbah ‘Iedul Fithri)

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Walillahil hamd.

Hari ini hari kemenangan….menang melawan syaitan dan melawan syahwat…

Hari ini hari bergembira….gembira dengan ampunan Allah yang telah dijanjikan, gembira dengan kasih sayang Allah, gembira meraih surga Allah yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang diterima puasa mereka.

Hari ini…hari saling mengunjungi diantara kaum muslimin…hari saling mendoakan agar perjuangan sebulan penuh diterima di sisiNya. Sungguh tiada kata yang lebih indah dari ucapan تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ “Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan ibadah kalian”

Apalagi yang diharapkan oleh seorang yang telah berpuasa dan berjuang selama sebulan penuh melainkan agar ibadah mereka diterima oleh Allah.

Hari ini adalah hari bergembira… Allah berfirman

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS Yunus : 58)

Bahkan di hari lebaran Nabi membolehkan untuk bersenang-senang dan bermain-main.

Hari raya adalah hari bergembira dan bersenang-senang. Karenanya tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendapati penduduk Madinah bermain-main pada dua hari raya tradisi mereka tatkala jahiliyah, maka Nabi mengingkari kedua hari tersebut, akan tetapi Nabi tidak mengingkari bermain-mainnya.

وَعَنْ أَنَسٍ رَضَي اللَّهُ عَنْهُ قالَ: قَدمَ رسولُ  الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم المدينة وَلهُم يَوْمان يَلْعبُون فيهما فقَالَ: “قَدْ أَبْدلَكمُ الله بِهِمَا خَيْراً منهما: يومَ الأضحْى ويوْمَ الْفِطْر

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kota Madinah, dan penduduk kota Madinah memiliki dua hari yang mereka bermain-main pada dua hari tersebut. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Allah telah menggantikan kedua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari idul Adha dan hari Idul Fithri” (HR Abu Dawud dan Nasaai)

As-Shon’aani rahimahullah berkata :

وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ إظْهَارَ السُّرُورِ فِي الْعِيدَيْنِ مَنْدُوبٌ، وَأَنَّ ذَلِكَ مِنْ الشَّرِيعَةِ الَّتِي شَرَعَهَا اللَّهُ لِعِبَادِهِ إذْ فِي إبْدَالِ عِيدِ الْجَاهِلِيَّةِ بِالْعِيدَيْنِ الْمَذْكُورَيْنِ دَلَالَةٌ عَلَى أَنَّهُ يُفْعَلُ فِي الْعِيدَيْنِ الْمَشْرُوعَيْنِ مَا تَفْعَلُهُ الْجَاهِلِيَّةُ فِي أَعْيَادِهَا، وَإِنَّمَا خَالَفَهُمْ فِي تَعْيِينِ الْوَقْتَيْنِ … وَأَمَّا التَّوْسِعَةُ عَلَى الْعِيَالِ فِي الْأَعْيَادِ بِمَا حَصَلَ لَهُمْ مِنْ تَرْوِيحِ الْبَدَنِ وَبَسْطِ النَّفْسِ مِنْ كُلَفِ الْعِبَادَةِ فَهُوَ مَشْرُوعٌ.

“Pada hadits ini ada dalil bahwa menampakkan kegembiraan pada dua hari raya adalah perkara yang dianjurkan, dan merupakan bagian dari syari’at yang disyari’atkan oleh Allah kepada hamba-hambaNya. Karena digantinya hari raya jahiliyah dengan dua hari raya Islam menunjukkan bahwa apa yang dilakukan di dua hari raya Islam tersebut adalah apa yang juga dilakukan oleh orang-orang jahiliyah pada perayaan mereka (selama tidak dilarang-pen). Hanya saja Nabi menyelisihi dari sisi penentuan waktu dua hari rayanya… Adapun memberi kelapangan kepada anak-anak dalam hari-hari raya yang menyebabkan mereka senang dan gembira dari beban ibadah maka ini disyari’atkan” (Subulus Salaam 2/70)
Karenanya pada hari ‘Ied  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membolehkan duff (rebana) dimainkan. Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membiarkan orang-orang Habasyah untuk bermain-main di Masjid Nabawi, bahkan Aisyah menonton permainan mereka.

Dan Nabi shallallahu álaihi wasallam berkata :

لَتَعْلَمُ يَهُودُ أَنَّ فِي دِينِنَا فُسْحَةً، إِنِّي أُرْسِلْتُ بِحَنِيفِيَّةٍ سَمْحَةٍ

”Agar kaum yahudi bahwasanya pada agama kita ada kelonggaran, sesungguhnya aku diutus dengan agama yang lurus dan mudah” (HR Ahmad no 24855)

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.

Kaum muslimin sekalian…kegembiraan yang begitu indah ini ternyata pada sebagian orang menjadi terganggu dan terkotori oleh permusuhan yang masih berlanjut, dendam yang masih membara diantara mereka.

Ada diantara mereka berlebaran namun hati mereka masih jengkel dan marah kepada kerabatnya sendiri…

Ada yang masih bermusuhan dengan saudara kandungnya…

Bahkan ada yang masih menyimpan sejuta kejengkelan terhadap orang tuanya sendiri…

Telah lama tali silaturahmi terputuskan… telah lama tali silaturahmi tercampakkan…sementara Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :

لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ

“Tidak masuk surga pemutus silaturahmi”(HR Al-Bukhari no 5984 dan Muslim no 2556)

Sungguh ancaman yang sangat mengerikan….tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi.

Silaturahmi adalah menyambung kebaikan kepada kerabat, yaitu yang masih memiliki hubungan darah (yaitu satu Rahim). Rahim seseorang yang terdekat adalah, ibu, ayah, kakek, nenek, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu, dan paman/om serta tante/bibi.

Adapun menyambung kebaikan kepada selain kerabat maka itu merupakan kebaikan yang dituntut dalam syariát akan tetapi itu bukanlah silaturahmi. Silaturahmi dikhususkan kepada kerabat, dan kedudukannya lebih tinggi.

Sebagian orang menempatkan istilah silaturahim tidak pada tempatnya. Jika ia mengunjungi kawannya -yang bukan kerabatnya- ia menganggap itu adalah silaturahmi.

Contoh mereka mengadakan acara “reuni teman-teman sekolah/kuliah” lalu mereka menamakannya dengan silaturahmi, padahal tidak ada hubungan darah, nasab, dan kekerabatan antara mereka.

Diantara akibat kerancuan istilah ini ada sebagian orang yang semangat melakukan ziaraoh/kunjungan/pertemuan dengan sahabat-sahabatnya (dengan merasa ia sedang bersilaturahmi) sementara karib kerabatnya yang senasab tidak pernah atau jarang ia kunjungi.

Diantara fenomena yang tersebar adalah kita dapati sebagian orang begitu baik dan mesra hubungannya dengan orang lain, orang yang jauh, yang tidak ada hubungan kekerabatan dengannya, akan tetapi ternyata hubungannya sangat buruk dengan kerabatnya sendiri.

Selain terancam terhalangi dari surga ternyata orang yang memutuskan silaturahmi dilaknat oleh Allah.

Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ   (وفي رواية: الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ) ، فَقَالَتْ: هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنَ الْقَطِيعَةِ، قَالَ: نَعَمْ، أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ، وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ؟ قَالَتْ: بَلَى، قَالَ: فَذَاكِ لَكِ ” ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: {فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ، أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا}

“Sesungguhnya tatkala Allah selesai menciptakan makhluk maka Ar-Rahim (kekerabatan) pun berdiri (dalam riwayat yang lain : Bargantung kepada árys) lalu berkata, ”Ini adalah tempat yang berlindung dari pemutusan silaturahmi”. Allah berkata, “Iya, apakah engkau suka jika aku menyambung orang yang menyambungmu, dan aku memutus orang yang memutuskanmu?”. Rahim berkata, “Tentu”. Allah berkata, “Maka itulah untukmu”.

Kemudian Rasulullah shallallahu álaihi wasallam berkata, “Bacalah jika kalian menghendaki firman Allah : Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci (QS Muhammad : 22-24) (HR Muslim no 2554)

Ia rajin sholat, ia rajin sedekah, ia rajin membantu orang lain, akan tetapi ternyata ia terlaknat…sungguh kondisi yang mengenaskan.

Lihatlah Rahim (kekerabatan) bergantung di makhluk Allah yang tertinggi dan terbesar yaitu Árys Allah, lalu mengeluh dan meminta perlindungan kepada Allah dari para pemutusnya. Maka Allah memenuhi permohonannya. Bahkan Allah mengabarkan bahwa Allah telah melaknatnya.

Diantara naasnya pemutus silaturahmi ia juga tidak mendapatkan bonus ampunan dari Allah yang Allah berikan setiap hari senin dan kamis. Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمُ الاثْنَيْنِ وَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لا يُشْرِكُ بِالله شَيْئًا إِلا رَجُلا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ ، فَيُقَالُ : أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

 “Telah dibukakan pintu-pintu surga setiap hari Senin dan Kamis. Maka seluruh hamba yang tidak berbuat syirik kepada Allāh sama sekali akan diberi ampunan oleh Allāh, kecuali seseorang yang punya permusuhan dengan saudaranya.” Maka dikatakan kepada para malaikat, “Tangguhkanlah (dari ampunan Allāh) dua orang ini sampai mereka berdua damai.” (HR. Muslim no. 2565)

Yang lebih parah lagi sebagian mereka tidak saling menyapa hingga berbulan-bulan…bahkan bertahun-tahun. Sementara Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :

مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ

“Barangsiapa yang memboikot / meng-hajr saudaranya selama setahun, maka seakan-akan dia telah menumpahkan darah saudaranya.” (HR. Ahmad no 17.935, Abu Daud no 4.915)

Sungguh menyedihkan…dan sungguh celaka…jika ia telah memutuskan silaturahmi sejak setahun penuh….maka selama itu jika ia sholat maka tidak akan diterima sholatnya oleh Allah. Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :

ثَلَاثَةٌ لَا تُرْفَعُ لهم صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا : رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ

 “Ada tiga golongan orang yang shalat, yang shalat mereka tidak akan terangkat di atas kepala mereka meskipun hanya sejengkal (artinya shalat mereka tidak diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla), yaitu seorang yang menjadi imam pada suatu kaum padahal kaumnya itu benci kepadanya (tidak suka dia menjadi imam); seorang wanita yang dia tidur sementara suaminya marah kepadanya, (tentunya marah karena ada sebab yang syar’i) dan dua orang saudara yang saling bermusuhan (saling menghajr). (HR. Ibnu Majah I/311 no. 971, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Misyakatul Mashabih no. 1128)

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd.

Di hari yang indah ini, marilah kita memilin kembali tali rumpun persaudaran kekerabatan yang terurai….menyambung kembali yang terputus…

Kalahkan ego…buat apa kita menyimpan dendam dan permusuhan kepada orang terdekat kita…kehidupan kita hanya sebentar maka jangan dirusak dengan dendam dan kejengkelan.

لَا يَحِلُّ لمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ (مُتَّفَقٌ عليهِ)

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menghajr (memboikot) saudaranya lebih dari 3 malam (yaitu 3 hari). Mereka berdua bertemu namun yang satu berpaling dan yang lainnya juga berpaling. Dan yang terbaik diantara mereka berdua yaitu yang memulai dengan memberi salam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Yang terbaik adalah yang mengalahkan egonya -mengalahkan syaitan- karena akhiratnya, sehingga dia yang lebih dahulu menyampaikan salam, meskipun dia yang benar…, apalagi jika dia yang bersalah.

Yang sangat menyedihkan betapa banyak orang yang terjerumus dalam memutuskan silaturahmi lantas merekapun berusaha melegalkan dosa mereka ini dengan melimpahkan kesalahan kepada saudaranya. Menuduh bahwa saudaranya yang telah memulai permasalahan…yang memulai memutuskan silaturahmi.

Jauh lebih baik orang yang bersalah lantas mengakui bahwa ia berdosa…

Orang seperti ini -yang selalu melegalkan sikapnya yang bermusuhan dengan kerabatnya- maka kapankah ia akna bertaubat dari dosa memutuskan silaturahmi…

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd.

Ketahuilah bahwasanya silaturahmi adalah ibadah yang sangat mulia, salah sebab utama yang memasukan seseorang ke dalam surga. Allah berfirman tentang ciri-ciri penghuni surga

وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ الله بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ

“Dan orang-orang yang menghubungkan (menyambungkan) apa-apa yang Allāh perintahkan supaya dihubungkan (disambung, yaitu silaturahim).“ (QS. Ar-Ra’du: 21)

Setelah menyebutkan beberapa amalan, lalu Allāh menyebutkan,

أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

“Bagi mereka kesudahan (tempat tinggal) yang terbaik.” (QS. Ar-Ra’du: 22)

جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا

“(yaitu) surga ´Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama.” (QS. Ar-Ra’du: 23)

Bahkan Allah mendahulukan kerabat daripada anak yatim dan faqir miskin. Allah berfirman :

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin  (QS Al-Baqoroh : 83)

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (QS Al-Isroo’: 26)

Karena silaturahmi pahalanya sangat besar maka cobaannya pun berat. Terkadang seseorang begitu mencintai hartanya dan merasa berat untuk membantu keluarganya, maka ingatlah bahwa Allah memotivasi hambaNya untuk memberikan harta yang ia cintai pada keluarganya.

وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ

dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya (QS Al-Baqoroh : 177)

Terkadang seseorang takut jika ia membantu keluarganya maka hartanya akan berkurang, maka ingatlah sabda Nabi :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa senang untuk dilapangkan rezeki dan dipanjangkan umurnya, maka jalinlah tali silaturahim (hubungan antarkerabat).” (HR. Bukhari)

Terkadang seseorang mendapati kerabatnya yang tidak menghargai pemberiannya, atau menghinanya, atau menyakitinya, maka hendaknya ia bersabar.

Rasulullah bersabda,

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Bukanlah penyambung silaturahim adalah yang hanya menyambung kalau dibaiki, akan tetapi penyambung silaturahim adalah yang tetap menyambung meskipun silaturahimnya diputuskan (oleh kerabatnya).” (HR. Al-Bukhari)

Artinya, penyambung silaturahim yang sesungguhnya adalah orang yang jika diputuskan silaturahim dia tetap menyambungnya.

Dalam Shahih Muslim disebutkan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ. قَالَ: ” لَئِنْ كُنْتَ كَمَا تَقُولُ، فَكَأَنَّمَا  تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ، وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ، مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

Dari Abu Hurairah,  ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai kerabat, aku menyambung silaturahim kepada mereka, namun mereka memutuskan silaturahim kepadaku. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat buruk kepadaku. Aku bersabar dengan mereka sementara mereka berbuat kejahilan kepadaku, yaitu dengan mengucapkan kata-kata yang buruk.” Maka kata Nabi, “Kalau engkau benar sebagaimana yang engkau katakan, maka seakan-akan engkau memasukkan debu yang panas di mulut-mulut mereka, dan senantiasa ada penolong dari Allah bersamamu atas mereka selama engkau dalam kondisi demikian.” (HR. Muslim no. 2.558)

Maksudnya, Rasulullah menjelaskan kalau dalam kondisi demikian, maka sesungguhnya engkau menghinakan mereka, seakan-akan engkau memasukkan debu yang  panas ke dalam mulut mereka, karena mereka berusaha berbuat buruk dan engkau terus membalas dengan kebaikan.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.

Semoga Allah menyatukan hati-hati yang saling menjauh, meluluhkan kembali hati-hati yang menyimpan dendam dan kejengkelan. Agar lebaran kali ini lebih indah….agar lebih bermakna…

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.

Para ibu-ibu sekalian, sungguh tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah ‘ied maka beliau mengkhususkan sebuah nasehat untuk kalian wahai kaum Hawa.

Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu beliau berkata :

شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيْدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثَمَ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ : تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ. فَقَامَتْ امْرَأَةٌ مِنْ وَسَطِ النِّسَاءِ سَفْعَاءَ الْخَدَّيْنِ فَقَالَتْ : لِمَ يَارَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ قَالَ : فَجَعَلْنَ يَتَصَدَّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ يُلْقِيْنَ فِي ثَوْبِ بِلاَلٍ مِنْ أَقْرَاطِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّ

“Aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadiri sholat pada hari raya, maka beliau memulai dengan sholat sebelu khutbah tanpa adzan dan iqomah, lalu beliau bertelekan kepada Bilal dan beliau memerintahkan untuk bertakwa dan mendorong untuk ta’at kepada Allah dan beliau menasehati orang-orang dan mengingatkan mereka. Setelah itu beliau berjalan menuju para wanita lalu beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka, beliau berkata : “Hendaknya kalian bersedekah, sesungguhnya kalian adalah mayoritas pembakar neraka Jahannam”. Maka diantara para wanita berdirilah seorang wanita yang kedua pipinya ada perubahan dan ada kehitaman dan ia berkata : “Kenapa wahai Rasulullah?”. Maka Nabi berkata :

“Karena kalian sering mengeluh dan banyak mengingkari kebaikan suami”. Maka para wanitapun bersedekah dari perhiasan mereka, mereka melemparkan perhiasan mereka ke baju Bilal, berupa anting-anting dan cincin-cincin mereka”

 Dalam riwayat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu Rasulullah berkata : تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ “Karena kalian banyak melaknat dan kalian banyak mengingkari kebaikan suami”
Dalam riwayat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu Nabi berkata kepada mereka : يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الإِسْتِغْفَارَ ” “Wahai para wanita bersedekahlah kalian, dan perbanyaklah beristighfar kepada Allah”

Karenanya para wanita, janganlah kalian melupakan kebaikan suami kalian, janganlah kalian suka mengeluh kepada suami kalian atau mengeluhkan tentang suami kalian, sesungguhnya kehidupan dunia penuh dengan kepayahan dan kesulitan dan tidak akan pernah ada kesempurnaan. Ingatlah suami kalian adalah surga atau neraka kalian sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ أَوْ نَارُكِ

“Sesungguhnya suamimu adalah surgamu atau nerakamu”.

Jika suamimu ridho dan suka dengan sikapmu, bahagia tatkala  memandangmu, mendapatimu adalah seorang wanita yang sabar yang tidak suka mengeluh maka sungguh engkau telah membuka selebar-lebarnya pintu surga bagi dirimu. Akan tetapi jika perkaranya adalah sebaliknya, engkau adalah seorang istri yang suka mengeluh, lupa dengan kebaikan suamimu, maka sungguh engkau telah membuka selebar-lebarnya pintu neraka Jahannam bagi dirimu…!!

Ingatlah jika engkau telah menikah maka engkau wajib berbakti kepada suamimu sebagaimana engkau wajib berbakti kepada kedua orang tuamu. Jika engkau -wahai wanita sholehah- merasa mendapatkan pahala yang besar tatkala menyenangkan hati ayah dan ibumu, maka demikian pula hendaknya engkau merasa mendapatkan pahala yang besar tatkala menyenangkan dan membahagiakan suamimu. Sebaliknya, jika engkau merasa berdosa besar tatkala membentak dan mengangkat suara di hadapan ayah dan ibumu, maka hendaknya engkau juga merasa berdosa tatkala mengangkat suara dan membentak suami.

          Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, walillahi al-hamdu. Ma’syaro Muslimin….Ramadhan telah berlalu, lembaran baru kehidupan telah kita buka kembali…., catatan dan coretan hitam telah bersih….tantangan baru kembali hadir….

Belenggu-belenggu syaitan telah terlepas…. Sebagaimana orang-orang yang berpuasa pada hari ini bergembira -karena meraih ampunan Allah-, maka demikian juga para pelaku maksiat juga ikut bergembira dengan berlalunya bulan Ramadhan. Para sahabat mereka dari kalangan syaitan telah terlepas belenggunya dan siap bekerjasama lagi dengan mereka. Para pelaku kemaksiatan kembali leluasa melancarkan godaan mereka.

          Sesungguhnya bulan Ramadhan ibarat pesantren kilat yang telah memperbaiki akhlak kita sebulan penuh, telah menggembleng kita untuk kuat sholat malam, mengajari kita untuk meninggalkan syahwat dan hawa nafsu karena Allah, maka sekarang tiba saatnya kita berhadapan dengan ujian…

Apakah di sebelas bulan ke depan kita masih bisa menunjukan pelajaran-pelajaran dari Ramadhan sang guru mulia?, ataukah hilang dan lenyaplah nilai-nilai Ramadhan tersebut?

Apakah sholat lima waktu secara berjama’ah di masjid masih bisa kita jaga?

Apakah sholat malam -meskipun hanya sholat witir tiga raka’at atau bahkan hanya satu raka’at- masih bisa kita jaga?

Lembaran-lembaran Al-Qur’an yang selama ini menemani kita di bulan Ramadhan apakah masih bisa tetap menemani kita di sebelas bulan ke depan?

Ataukah semuanya telah berubah?, sholat kita mulai bolong-bolong dan mesjid-mesjid mulai kita tinggalkan?, sholat malam kita berganti mimpi-mimpi dalam tidur yang lelap?, Al-Qur’an tidak lagi menemani kita akan tetapi selalu menjadi hiasan indah di rak-rak kita?. Jika perkaranya demikian maka percayalah bahwa sesungguhnya pesantren Ramadhan yang kita jalani selama sebulan adalah pesantren yang gagal, ternyata petuah-petuah Ramadhan sang guru tidak kita indahkan lagi.

========= doa ========

Logo

Artikel asli: https://firanda.com/1832-menyambung-kembali-yang-telah-putus-memilin-kembali-yang-telah-terurai.html